Jakarta, 1993. Aku, Valentino, saat itu masih berumur 6 tahun, di bandara, aku menarik tangan kakak perempuanku sambil menangis kencang karena tidak merelakan dia pergi ke Belanda untuk melanjutkan study nya.
Dia, Lilian 16 tahun, baru saja selesai sma. Jangan tanya kenapa, Dia memang sangat pintar sehijgga sering loncat kelas. Tak banyak yang bisa aku lakukan saat itu selain menangis.
Kakakku juga ikut menangis karena aku adalah satu satu nya adik yang dia miliki. Kedua orang tua ku dan sepupuku, Chandara, yang berusia 22 tahun mencoba membujuk diriku, begitu juga kedua orang tua Chandara.
Akhirnya kami berpisah. Aku senantiasa menangisi kepergian kakak perempuanku. Aku selalu ingat wajah cantik nya. Tak pernah sekalipun aku melupakan dirinya. Satu satu nya benda yang aku miliki dari dia hanyalah jepitan rambut nya yang dia selalu pakai.
Tak hanya itu, ada selembar foto dia dan aku saat seminggu sebelum kami berpisah. Saat itu, camera digital memang belum ada. Kedua benda itu senantiasa aku jaga. Kedua orang tua ku dan Chandara juga paman dan tanteku saling membantu untuk membujuk aku untuk merelakan kepergiannya.
Chandara, Dia adalah sepupuku. Dia kini seorang mahasiswa kedokteran di sebuah universitas international. Usia 6 tahun dan berpisah dengan kakak perempuan aku yang begitu sayang kepadaku membuat aku begitu terpukul.
Dia senantiasa aku dari aku 2 tahun. Aku selalu ingat saat Dia menyanyikan aku lagu agar aku tertidur, memandikan aku, menyuapi aku juga mengajak aku bermain. Meski kami dari keluarga kaya, kami tidak dididik manja. Dia senantiasa rajin belajar dan juga membantu ibu ku dalam segala kegiatan rumah tangga.
2 tahun setelah aku berpisah dengan kakak perempuan aku, kedua orang tua aku meninggal dunia karena musibah kecelakaan. Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan aku saat itu.
Sudah kehilangan kakak perempuan aku yang begitu sayang kepadaku meski dia akan kembali, sekarang kedua orang tua aku pergi untuk selamanya. Aku depresi berat.
Alhasil, paman ku mengambil alih usaha orang tua aku tapi meski demikian, paman aku tidak serakah. Itu semua sudah tertulis di dalam perjanjian yang dibuat ayahku ke paman aku kalau hal semacam ini terjadi.
Alhasil, Chandara tinggal bersama aku dan tante aku ikut membantu menjaga aku. Mereka memperlakukan aku dengan baik dan oenuh kasih sayang. Chandara; dia memiliki seorang kakak laki laki yang akan meneruskan usaha ayahnya alias paman aku dan usaha ayah aku yang nanti akan diberikan kepada aku… kalau aku mau.
Terlepas itu semua, aku dibawa ke ahli jiwa untuk mengatasi depresi berat yang tidak seharusnya aku hadapi saat aku berusia 8 tahun. Aku yang awalnya periang dan sangat aktif…. menjadi pendiam dan jarang senyum; bahkan film komedi juga tidak membantu aku tertawa.
Chandara
Aku merasa seperti orang yang tidak memiliki ekspresi atau mati rasa. Dari kejadian itu, aku merasa lebih nyaman dan tenang menikmati hidup aku yang kesepian. Entah kenapa; kesepian itu sangat enak dan seperti candu. Aku merasa tidak mau bersosialisasi dan tetap menjadi pendiam.
Chandara yang kebetulan memiliki seorang teman ahli jiwa, memutuskan untuk membawanya berjumpa dengan aku. Teman sepupu aku mengajak aku melakukan tes bakat. Hasilnya? Aku memang berbakat di bidang seni dan musik. Aku mulai belajar piano dan menggambar.
Dalam waktu 1 tahun saja, aku sudah ahli menggambar dan bermain piano. Bahkan aku hanya butuh waktu 1 minggu untuk belajar gitar yang aku pelajari sendirian. Tak hanya itu, aku yang sangat mencintai kakak perempuan aku, tentu saja ingin berkecimpung di dunia ilmiah seperti matematika dan kedokteran juga arsitektur.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Aku mulai belajar bahasa Belanda agar kelak aku bisa menyusul kakakku ke sana. Aku memang cukup pintar dalam dunia pendidikan. Selain dalam seni dan science, aku juga cepat belajar bahasa.
Tiap hari dan tiap malam, aku duduk termenung menantikan kabar dari kakak perempuan ku yang tak kunjung datang. Aku ingat kata dia; dia akan kembali tepat 10 tahun kemudian. 3650 hari lagi dari dia dan aku berpisah. Bisa saja meleset mengingat ada nya tahun kabisat.
Sebagai patokan, aku ingat saja tanggal di mana kami berpisah dan tahun 2003, Dia akan kembali, baik tengah malam, subuh, pagi, siang, sore atau malam lagi. Di mana pun, aku setia menantikan kehadirannya.
Tahun 2000, Chandara; sementara itu, sudah lulus kuliah dan dia memilih spesialis forensik. Wajah tampan seperti dia membuat banyak perempuan kecewa karena dia memilih untuk menjadi dokter di bidang itu; jadi kalau mau berjumpa dengan dia, harus menjadi mayat dahulu.
Kalau tidak, tidak ada alasan untuk ke tempat kerja dia dan siapa juga yang mau melihat dia melakukan autopsi? Tidak semua orang alias kaum awam merasa nyaman dengan itu. (Untuk jelas tentang ilmu ini, silahkan cari sendiri di internet).
Dia juga sangat pintar dalam dunia pendidikan. Banyak dari keluarga kami berakhir menjadi dokter dan sebagian besar sudah berada di Jerman atau Belanda. Chandara ; kenapa, memilih tetap di dalam negeri. Aku sendiri masih di smp saat itu.
Aku kini seorang siswa smp di sekolahan international di ibukota. Aku memang sudah menjadi seorang pendiam dan meski demikian, aku tetap gemilang dalam prestasi pendidikan. Aku memang tidak terlalu suka olah raga karena aku senantiasa terganggu secara kejiwaan sehingga tidak bisa berolahraga secara maksimal.
Dikarenakan sikap aku yang begitu pendiam, aku tidak memiliki banyak teman dan memang lebih baik demikian. Aku bisa menjalani hidup aku dengan atau tanpa mereka. Pergi sekolah, pulang sekolah. Itu sudah. Tak banyak dilakukan di hari minggu selain bermain piano atau menggambar.
Tak banyak kenangan di masa smp; bahkan saat malam perpisahan pun aku tidak mau datang karena tak ada hal penting yang menarik bagi diriku. Beberapa guru aku meminta aku bermain piano di acara perpisahan tapi aku tolak mentah mentah. Aku mabuk panggung. Itu alasan aku.
Alasan aslinya? Aku tampil dan tidak dibayar. Untuk apa? Tapi mana mungkin aku berkata demikian di depan guru? Aku memilih menjawab yang simple dan aman. Aku memutuskan berdiam diri di rumah. Setelah itu, aku masuk di sebuah sma yang juga sekolahan international.
Sejak aku masuk sma, ya aku memang sudah pindah ke apartemen bersama Chandara. Hanya kami berdua. Dia juga mengantarkan aku ke sekolah dan karena kedua orang tua Chandara semakin sibuk dengan usaha peninggalan ayahku dan usaha dia sendiri, mereka berdua tak bisa membantu aku mengurus urusan sekolahan.
Alhasil? Sudah jelas Chandara yang saat itu sudah berusia 31 tahun turun tangan menjadi wali aku. Wajah dia yang tampan dan rambut gondrong acak acak an membuat banyak siswi berdecak kagum dengan wajah tampan nya juga tubuh nya yang tinggi dan kulit putih….
Dia sendiri juga tipikal pendiam. Ada alasan di balik itu semua. Kami berdua semakin dekat karena memiliki mutual feeling atau perasaan yang sama alias senasib. Ya tidak ada yang tahu apa yang terjadi saat itu. Dia menikah di usia 28 tahun dan 6 bulan lalu, anak istrinya meninggal dunia.
Anak perempuan sepupuku meninggal dunia beberapa menit setelah dilahirkan. Istrinya? Meninggal dunia 2 hari setelah kematian anak mereka. Chandara begitu stress dan sedih sehingga dia mulai akrab dengan alkohol…. Untuk sesaat. 2 orang yang dia cintai meninggal dunia di mata dia dan dia tak bisa berbuat banyak.
Ironis nya? Mendiang istrinya juga seorang dokter. Bukti nyata dokter juga seorang umat manusia. Mereka butuh kasih sayang, bisa sedih, marah dan senang selayaknya kaum awam. Cincin kawin itu masih dia pakai dan dia belum berani membuka hati nya untuk wanita lain.
Chandara senantiasa datang saat pengambilan rapor. Beberapa ibu ibu di sana juga kagum dengan wajah tampan nya apalagi teman teman aku yang perempuan.
Aku di sma? Juga sama. Pendiam tulen tapi soal belajar? Jangan ditanya. Aku memang ahli kalau soal mafia (matematika fisika dan kimia); tapi soal akutansi, ekonomi dan apapun yang berbau ips… Jadi pesakitan… ya tidak bodoh bodoh amat tapi sekedar cukup memuaskan saja.
Sikap aku yang pendiam membuat banyak siswi siswi di sekolah aku mulai menyukai aku karena aku juga dianggap cukup tampan. Wajah aku dan kakak aku memang mirip. Aku juga memiliki tubuh yang cukup ok meski bukan binaraga tapi sejak masuk sma, aku mulai menyempatkan diri belajar beladiri untuk jaga jaga dan kesehatan.
Sikap pendiam nan misterius juga dikenal hampir semua siswa siswi di sekolah karena prestasi gemilang membuat aku menjadi populer. Tak sedikit teman teman aku yang perempuan mengajak aku jalan tapi aku memilih tetap di rumah tiap weekend.
Alasannya? Main piano. Tak tertarik pergi keluar. Kalau tidak, menonton video tentang ilmu kedokteran atau arsitektur. Mereka yang penasaran mencoba meminjam video tentang kedokteran yang aku sering tonton. Aku sudah memberikan mereka peringatan kalau video itu tidak bisa ditonton oleh kaum awam.
Mereka ngotot tidak percaya. Hasilnya? Mereka besoknya kecewa dan mengembalikan video itu ke aku dengan tatapan kecewa. Jelas saja. Sudah dibilang tidak boleh ditonton tapi mereka mau melihat. Itu kan video autopsi.
Sedikit banyak mereka mulai takut terhadap aku. Berita ini sampai ke telinga wali kelasku. Alasan aku? Itu video tentang pengetahuan kedokteran. Apa yang salah? Bukankah dokter forensik berurusan dengan hal hal semacam ini? Coba saja tanya polisi kalau tidak percaya.
Alhasil, Chandara menjadi sasaran kemarahan wali kelas ku. Dia dengan segala cara membela aku dan memberikan alasan yang sangat masuk akal. Chandara berkata kalau aku memang ingin menjadi dokter di bidang yang sama dengan dia atau menjadi arsitek.
Toh aku juga menonton nya di rumah, bukan di tempat umum. Suruh siapa lihat lihat dan mau ikutan? Resiko ditanggung sendiri. Sesekali aku menggambar denah rumah seperti arsitek sungguhan. Biasa aku menggambar nya saat jam istirahat.
Gambar gambar itu aku tinggalkan di meja aku. Di bawah meja di sekolahan, ada semacam tempat atau rak yang biasa dipakai untuk menyimpan buku. Di sanalah aku simpan gambar gambar karya aku. Suatu hari, aku sakit demam alias tidak masuk sekolah.
Wali kelas aku yang kebetulan guru fisika dan matematika kebetulan mengajar di hari aku tidak masuk. Rachel yang kebetulan duduk di sebelah aku, dengan iseng membuka buku gambar aku saat aku tidak ada. Dia terpukau dan kebetulan wali kelas aku berada tak jauh dari Rachel.
Dia melihat gambar gambar aku.
“Ini… Valentino yang gambar? Benar dia? Dia ini siapa? Anak sma atau arsitek professional? Gambar nya sangat bagus dan sangat mirip arsitek asli.”
Kata wali kelasku yang kebetulan paham dengan hal hal macam ini. Beberapa teman teman aku juga penasaran dan kagum dengan gambar gambar aku. Mereka semua diam sampai mereka baru sadar kalau bel jam istirahat sudah berbunyi.
Besoknya, aku kembali masuk. Semua teman teman sekelas aku menatap aku dengan kagum dan senyum. Aku heran. Apa yang terjadi? Aku tidak masuk kemarin. Pasti aku melewatkan sesuatu. Entahlah. Joseph, teman aku yang kebetulan juga pendiam dan satu satu nya yang akrab dengan aku. Dia anak yang sederhana juga ramah.
Itu sebab kami berdua cukup akrab dan dia lah satu satu nya orang yang nomor hp nya aku simpan. Lainnya? Tidak peduli. Dia menceritakan apa yang terjadi kemarin tentang gambar gambar yang aku buat dan membuat mereka semua kagum. Reaksi aku? Cuek saja.
1 tahun kemudian, besok adalah hari tepat di mana kakak aku pergi meninggalkan aku dan tanggal ini adalah tanggal yang aku tunggu. Hari jumat, tengah malam. Aku tidak mau tidur. Aku masih menantikan dia datang.
Aku sudah berkata kepada Chandara kalau aku tidak mau sekolah karena aku menunggu kakak perempuan aku pulang. Dia bisa paham dan hanya tersenyum saja. Aku tak biasa bergadang… akhirnya aku tertidur pulas.
Chandara sementara itu, sudah mandi di tengah malam atau lebih tepatnya pukul 2 subuh saat sepupunya, Valentino sudah tidur pulas.
“Kalau saja kamu masih bangun… Entahlah…” kata Chandara.
Dia turun ke parkiran dan menyalakan mobilnya menuju….airport. Di sanalah dia akan pergi menjemput Lilian, kakak perempuan dari Valentino yang sudah terpisah selama 10 tahun dan tak pernah kembali.
Dia kini sudah menjadi wanita muda cantik dan seorang dokter juga sudah berganti kewarganegaraan. Mereka berdua sampai di apartemen yang dihuni Chandara dan Valentino.
“Jadi kamu sama dedek tinggal di sini sekarang?” Tanya wanita cantik itu. Dia berpakaian rapih dengan kemeja santai tertutup juga rok yang panjang.
“Iya. Dia sudah tidur. Lelah….menantikan kamu.” Jawab Chandara sambil tersenyum tipis.
Wanita itu masuk ke apartemen itu. Chandara langsung ke kamar nya. Gadis itu masuk ke kamar adik tersayang. Dia melihat kamar itu. Rapih dan bersih untuk seorang remaja laki laki. Gadis cantik itu membuka lemari pakaian adiknya.
“Kasihan sekali adikku yang manis ini. Bajunya tidak banyak dan beberapa sudah lusuh.” Katanya wanita muda itu dalam hati.
Dia memutuskan untuk membuka koper nya dan mengambil pakaian dan mandi. Setelah mandi, gadis remaja di tahun 93 itu kembali ke kamar adik nya yang tidur nyenyak sambil memegang 2 benda yang membuat wanita muda itu menangis seketika.
Selembar foto dan jepitan rambut perempuan itu dipegang erat oleh anak remaja laki laki itu. Wanita muda yang sudah berusia 26 tahun itu berbaring di samping adik nya dan memeluknya dengan erat sambil membelai rambut nya dengan lembut. Dia juga mengecup kening dan pipi adik nya yang manis itu.
Dalam hati dia berkata, “dek. Kamu sudah besar. Sudah semakin ganteng. Maaf ya. Kakak pergi 10 tahun. Sekarang kakak sudah ada di samping kamu. Kakak janji gak akan meninggalkan kamu lagi. Nanti kalau sma sudah selesai, kita ke Belanda ya. Nanti tinggal sama kakak berdua saja.”
Wanita muda itu terus menangis. Air mata nya jatuh membasahi wajah cantik nya. Dia tidak berubah banyak hanya tubuhnya terlihat semakin berbentuk selayaknya wanita muda yang cantik juga semakin tinggi. Dia tak henti henti nya menangis melepas rindu dengan adiknya yang tersayang dan satu satu nya keluarga kandung yang masih ada. Waktu sudah pukul 5.30 pagi. Valentino terbangun.
POV Valentino
Aku terbangun dan merasa ada air menetes di wajahku. Semalam tidak hujan. Masak iya di apartemen bisa bocor? Aku terbangun dan aku langsung melotot berteriak kencang.
“Kak!!!!”
Aku memeluk kakak perempuan aku yang masih tetap sama. Dia tetap cantik. Aku langsung menangis keras seketika. Dia menepati janji nya selama 10 tahun. Dia tidak bohong. Tepat 10 tahun tapi beda waktu beberapa jam saja. Aku tak peduli. Dia kembali. Kami berdua saling menangis dan berpelukan dengan erat.
“Dek. Kamu.. Apa kabar, sayang? Kamu semakin ganteng dan manis.” Tangis kakak ku.
Chandara yang kebetulan libur saat itu hanya bisa tersenyum saja dan sedikit banyak dia menangis melihat pertemuan kami berdua. Dia memutuskan untuk diam di luar kamar kami dan duduk di sofa di mana dia ujung ujung nya… tertidur juga.
“Sayang. Kamu nanti gak sekolah kan? Nanti kakak ajak kamu jalan ya. Kakak mau belikan kamu baju sama celana baru. Baju baju dedek sudah banyak yang jelek. Nanti kakak pakai saja baju baju kamu itu ya. Biat tidur.” Kata kakak ku dengan lembut sambil mengecup pipiku.
“I…iya kak.”
Aku masih menangis karena rindu selama 10 tahun sudah terjawab. Rasanya aku baru bangkit dari maut. Kami berdua masih berpelukan dan saling membelai wajah masing masing. Kami berdua masih menangis sampai matahari terbit.
“Dedek sayang. Kamu sudah gede. Tapi di mata kakak, kamu masih anak kecil berusia 5 tahun dan kakak sayang sekali sama kamu, dek. Kamu kangen kan bermanja manja sama kakak?” Tanya dia sambil membelai wajahku dan menyeka air mataku.
Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Dia kini membenamkan wajahku di dadanya sambil memeluk punggung aku dengan lembut dan membelai rambut aku. Tak lama kemudian, Chandara mengetuk pintu kami dan menyuruh kami sarapan. Ya dia harus jadi koki di apartemen ini untuk sesaat. Harap maklum, tidak ada pembantu. Kami makan bersama dan kakakku berkata kepada Chandara.
“Tom. Kamu gak kerja kan ntar? Nanti jalan sama kami yuk. Bawa dedek ke mall. Aku mau beliin dia baju sama celana juga sepatu. Ok? Nanti kamu aku traktir deh.” Kata kakakku mencoba bernegosiasi.
“Beres. Perkara sepele. Enak ya kamu dek. Kakak kesayangan kamu sudah balik. Jangan sedih lagi ya. Aku sudah cerita banyak hal ke Lilian. Dia sedih. Apalagi saat kamu jadi pendiam. Dulu kan kamu bawel banget anaknya.” Kata Chandara tersenyum.
Dia memang melihatku tumbuh dari usia 6 tahun sampai sekarang
Jam 12 siang, kami bertiga berangkat ke mall terbesar di ibukota. Chandara juga ikut bersama kami tapi kami memutuskan untuk pisah jalan. Dia berjalan sendirian dan meninggalkan kamu berdua untik melepas rindu.
Aku yang sudah lama tidak berjumpa dengan kakak perempuan aku, tanpa rasa malu menggandeng tangannya tapi karena saat itu aku masih anak anak, aku hanya bisa menggenggam jari telunjuknya saja dan aku masih melakukan ini ke dia meski usia aku sudah 16 tahun.
Kakak aku tersenyum melihat cara aku menggenggam tangannya. Dia kemudian menggenggam tangan aku sepenuh nya dengan cara yang benar.
” Dedek gak pernah pacaran ya? Hehehe.” Ledek dia. Aku hanya diam tersenyum malu.
” Aku gak mau sayang perempuan lain selain kakak saja.” Jawabku sambil tersenyum dan menahan malu. Dia tersenyum dan mencium wajahku.
Siapa yang mengira sekolah berakhir lebih awal. Teman teman sekelas aku dan beberapa murid dari sekolah aku melihat aku dan kakakku sedang berjalan berdua bergandengan tangan. Beberapa teman teman aku yang perempuan ada yang kecewa dan sedih.
Yang laki laki? Mereka diam terpukau melihat kecantikan kakak aku. Aku cuek saja meski aku melihat mereka dan mereka melihat aku berjalan bergandengan tangan berdua. Apa yang lebih gawat? Wali kelas aku entah kenapa malah ke mall. Dia tidak menghampiri kami berdua. Aku dan kakakku cuek saja.
Besoknya… di sekolah… di dalam kelas. Wali kelasku dan semua teman sekelas… heboh…
“Kamu kemarin gak masuk. Tapi jalan di mall. Siapa perempuan cantik itu? Pacar kamu?” Tanya wali kelasku disambut tawa riuh teman teman ku selain Joseph yang memang memilih diam. “Dia itu… Kakak saya, pak.” Jawabku sambil tersenyum.
“Oh. Kamu tersenyum. Ini pertama kali bapak lihat kamu tersenyum. Dia kakak perempuan kamu yang gak berjumpa sama kamu selama 10 tahun? Dia baru kembali?” Tanya guru ku.
“Iya pak. Dia baru kembali kemarin subuh. Jadi kami berdua … ya pergi bersama.” Jawabku.
Beberapa ada yang merasa lega karena kakakku yang pergi bersama aku, bukan kekasih aku meski di mataku… Dia adalah segalanya bagi aku, kakak, pacar juga bisa menjadi ibu bahkan teman.
Aku kini pelan pelan berubah menjadi periang dan semakin sering tersenyum. Banyak yang kaget melihat jelas perubahan diriku. Wali kelas aku merasakan sesuatu yang aneh dan akhirnya dia memanggil Chandara ke sekolahan.
Tapi dia tidak sendiri. Kakak aku juga ikut datang dan mereka berdua bertemu wali kelas ku saat jam makan siang. Di sana lah mereka berdua bercerita bagaimana dan apa yang terjaďi pada diriku selama ini.
Di dalam apartement itu, saat Chandara Tidak ada, aku selalu bermanja manja dengan kakak ku. Aku kadang masih minta disuapin dan kami selalu tidur bersama. Kami melepas rindu dengan bertingkah seperti saat kami belum berpisah waktu itu. Dia terlihat sangat senang saat memanjakan aku. Dia senang saja saat aku bersandar di bahunya dan memainkan rambutnya juga tiduran di pangkuannya.
Beberapa siswa banyak yang mengintip ke ruang guru hanya untik melihat mereka berdua. Yang perempuan terpesona dengan Chandara. Yang laki laki terpesona dengan Lilian. Mereka berdua kemudian turun ke bawah menunggu aku selesai sekolah. Jam pulang akhirnya tiba. Mereka berdua menunggu aku di bawah.
Teman teman perempuan aku hanya bisa melongo saat kakak perempuan aku menggenggam tangan aku secara tiba tiba. Chandara hanya berjalan sendirian saja. Kami berdua kembali ke mall untuk makan siang bersama.
Tak terasa masa sma sudah selesai. Aku seperti biasa…. memilih untuk tidak datang ke acara perpisahan dan memilih menghabiskan waktu bersama kakak ku. Aku juga sudah mempersiapkan segala dokumentasi seperti paspor dan visa untuk ke Belanda.
Setelah pengambilan ijazah, aku dan kakakku pergi ke Belanda meninggalkan Chandara sendirian. Aku kini sudah 18 tahun. Sampai di sana, kami ke kampus dan kakakku membantu aku mengurus segala administrasi dan kembali ke apartemen.
Ya kami berdua tinggal bersama. Aku sudah memutuskan untuk menjadi seorang dokter. Aku kini memulai hidup baru di negeri asing. Suatu hari, aku iseng iseng membuka laptop kakakku dan aku terkejut dengan isi “tulisan” yang dia buat atau dibuat orang lain.
Di sana tertulis, “Anak hasil hubungan SEDARAH.”
Sebagai judul laporan itu. Tak lama kemudian, aku memutuskan untuk menutup laptop itu dan pura pura tidak tahu.
Dia memang seorang dokter spesialis kandungan tapi aku tak menduga dia akan menulis hal ini. Apalah dia ingin mempraktekkan ini dengan aku? Kalau iya… Aku… jujur saja… Tak tahu mau apa tidak. Aku duduk diam sesaat dan tiba tiba kakakku pulang dari luar.
“Hai dek. Lagi ngapain? Bengong aja? Heheh. Masih canggung di sini? Nanti juga terbiasa.” Kata kakakku.
“Iya sih kak. Di sini serba bebas ya kak.” Kataku.
“Iya. Dek. Sekarang cuma kita berdua. Asik kan? Heheh. Dedek bisa bermanja manja ria. Gak ada yang kenal kita. Famili juga tinggal jauh dari kota kita. Kakak tadi juga sekalian lagi mengurus izin praktek.” Kata dia dengan lembut sambil membelai wajahku.
“Dek. Kamu ingat gak waktu kamu kecil sampai 5 tahun, kakak sering mandiin kamu? Tiap kali dedek mau bobo, kakak selalu bacakan dongeng sama nyanyi. Kakak kangen.” Kata dia sambil meneteskan air mata.
“Eh kakak kangen mandiin aku juga? Eh kakak mah. Kakak gak malu?” Ledek aku.
“Nggak lah. Kakak dah lihat semua badan kamu. Kamu juga sudah disunat waktu bayi. Hehehe. Nah kali ini kita mandi bareng yuk dek. Kakak dulu juga mandi bareng kamu. Nostalgia.” Kata dia sambil pelan pelan membuka kancing kemeja dia.
Aku diam saja melihat dia yang kini hanya tinggal memakai bra dan celana dalam setelah dia menanggalkan rok panjang nya. Pertama kali aku melihat keindahan tubuh kakak perempuan aku yang sudah menjadi wanita cantik.
“Ayo dek. Tunggu apa lagi? Sini kakak bukain baju kamu. Dulu juga kakak yang buka baju kamu semua. Hehehe.” Kata dia yang sekarang membuka semua pakaian aku sampai aku telanjang bulat.
“Eh burung nya masih kecil. Sini kakak elus ya. Biar besar.” Kata dia sambil mengelus kemaluan aku. Dan benar saja. Kemaluan aku langsung membesar. “Wah punya dedek gede ya.” Kata dia terpukau.
Dia langsung menggenggam tangan aku dan membawa aku ke kamar mandi. Di bawah pancuran air shower itu, Dia mencium bibir aku dan membersihkan setiap jengkal tubuhku dengan teliti. Aku melihat jelas tubuh indahnya.
Payudara dia montok dan padat berisi juga bulat dengan puting susu coklat muda. Aku semakin bernafsu. Dia terlihat begitu menggairahkan. Kami kembali berciuman lagi. Aku tak lagi kaku. Tangan aku meraba raba tubuh indah nya.
Dia juga ikut meraba raba tubuh aku. Kami saling menyabuni dan setelah itu, kami saling membersihkan. Vagina dia ditumbuhi sedikit rambut kemaluan.
“Pertama kali lihat perempuan telanjang ya? Hehehe.” Ejek dia.
“Iya kak. Badan kakak indah sekali” jawabku lugu.
Kami kembali berpakaian dan memutuskan untuk makan bersama di luar.
Setelah itu, kami pulang dan tidur. Dia selalu berpakaian rapih dan tertutup juga sangat feminim dengan bando dan pita. Rok panjang adalah ciri khas dia. Dia kini berbaring di samping aku dan kami bercerita banyak tentang masa masa lalu kami terutama saat aku masih kecil.
Dia tidur tanpa bra dan memakai kemeja aku yang sudah lusuh yang memang selalu dia pakai untuk tidur. Dia tidak memakai celana selain celana dalam.
Wajahku terus dibelai oleh nya dengan lembut. “Dedek manis. Kakak sayang banget sama kamu. Kalau ada laki laki yang 100% sama kayak dedek, kakak mau menikah sama dia.” Kata dia sambil meneteskan air matanya.
“Aku juga sama, kak. Aku tak bisa mencintai wanita lain selain kakak. Entah kenapa… Aku sma… ada banyak temen aku yang cantik tapi aku tidak tertarik dengan mereka. Di dalam pikiran aku hanya ada kakak seorang saja.” Kataku sambil menangis.
Dia kembali mencium bibirku dan memeluk aku. Wajahku dibenamkan di dadanya. Aku tak lama kemudian tertidur. Dia selalu begitu kalau menidurkan aku dari kecil sampai sekarang. Entah kenapa tapi di dalam pelukan dia… Aku merasa sangat nyaman.
Besok pagi aku terbangun dan kakak aku sudah menyiapkan sarapan. 2 minggu lagi aku akan kuliah di bidang kedokteran. “Kak. Aaaaaa” kataku minta disuapin oleh dia. “Hehe dedek manja. Nih.” Kakak ku memberikan makanan itu ke mulut aku. Setelah makan bersama, aku bercerita tentang apa yang aku lihat kemarin.
“Kak. Maaf aku lancang. Kemarin aku lihat laptop kakak dan ada tulisan yang mirip laporan. Aku kaget baca judul nya.” Kata ku.
Dia terdiam sejenak dan berkata, “oh itu. Ah… gpp. Santai saja dek. Kakak memang lagi melakukan penelitian. Siapa tahu di abad 21, hubungan sedarah sampai hamil tidak akan menyebabkan añak menjadi cacat.” Kata dia santai.
“Kak. Kenapa kakak tulis begitu? Emang bisa ya kalau kita berdua berhubungan seperti suami istri dan kalau kakak sampai hamil, anak kita akan baik baik saja?” Tanya aku ragu. “Entahlah. Bisa sih. Beberapa ada yang mencoba dan bisa tuh.” Kata dia. “Ini negara bebas. Gak ada tabu tabu an. Aman aja di sini.” Kata dia.
“Kak. Kakak masih… perawan? Apa kakak sudah pernah begituan?” Tanya ku dengan cemas.
“Belum. Kakak jaga keperawanan kakak untuk seseorang yang kakak paling sayang dan itu adalah kamu, dek.” Kata dia sambil mencium bibir ku dan membelai wajahku. Kami berdua duduk di atas ranjang dan aku langsung menuju ke kakakku duduk di pangkuannya.
“Dedek. Dah gede masih mau dipangku. Kangen kan? Dulu dedek sering dan senang banget dipangku sama kakak.” Kata dia dengan lembut sambil mencium pipi ku.
Aku berbalik dan membenamkan wajahku di dada nya.
“Anak manis. Kakak sayang banget sama kamu. Dek. Nanti kalau kamu sudah ada pacar dan dia tanya ciuman pertamanya sama siapa, bilang saja sama kakak. Hehehe” Kata dia sambil tertawa. Aku tersenyum dan aku langsung mencium bibir kakakku.
“Mari dek, sekarang dedek berhak penuh atas tubuh kakak.” Kata dia dengan lembut. Aku memang sangat mencintai dia tapi tak pernah berpikir seperti Ini.
“Ya, kak .” Kata aku setengah sadar.
“Kalau begitu ayolah tunggu apalagi?”
Kemudian aku mendekati kakakku yang cantik jelita tersebut dan duduk berhadapan diatas ranjang. Aku menatapnya sambil membelai-belai rambutnya yang panjang hitam mengkilap dan sangat wangi sekali.
“kak…?”
“Ya dek?”
“Rambutnya indah sekali.”
“Ah, adek. Dari ujung rambut sampai ujung kaki kakak semuanya akan menjadi milik adek seorang.”
Kami saling menatap dan aku tahu apa yang sangat diharapkan oleh kakakku itu. Lalu aku mendekati wajahnya dan melabuhkan ciuman ke bibirnya yang lembut itu. Kakakku pun menyambut ciuman itu dengan hangat.
Kemudian kami berdua saling melumat bibir, saling memilin lidah dan saling menggelitik di rongga mulut masing-masing hingga mereka larut dalam ciuman yang cukup panjang. Kakakku itu begitu agresif dalam permainan itu, membuat nafsu birahi aku langsung memuncak. Kami saling melepas ciuman itu setelah hampir kehabisan nafas dan terengah-engah.
Kami berdua saling menarik nafas dan menghempaskannya berlahan.
“Ahh..!”desah kakakku .
Lalu aku membaringkan tubuh kakakku itu dan memeluknya di atas ranjang dan dia pun balas memeluk aku dengan hangat.
Kami saling menatap dan saling melabuhkan ciuman lagi. Kali ini cumbuan begitu dahsyat dan kami berdua melepaskan pakaian kami masing masing. Kakakku itu melepaskan pakaian aku dan aku melepaskan pakaian dia mulai dari membuka kemeja dia dan rok nya.
Kami sama-sama membiarkan tubuh telanjang kamj tanpa sehelai benangpun yang melekat, hingga dalam beberapa saat saja kedua pakaian mereka sudah berserakan di atas lantai.
Kakakku yang cantik itu sangat menikmati sentuhan-sentuhan bibir aku dan berulang kali aku mencumbunya dengan bibirku. Setelah itu , aku mengalihkan ciuman ke leher jenjang dia , menjilati, mencium di balik telinga, dan lidahnya menggelitik di lubang telinganya yang bersih dan harum. Kakakku mendesah karena kenikmatan yang menggelora dalam tubuhnya mengalir deras.
“Ouuhh..”desah dia yang sudah telanjang itu.
Aku mengalihkan ciuman agak ke bawah dan menatap dua buah payudara yang lembut bagai salju dan masih kencang, meremas dengan tangan secara berlahan dan mulutnya menjilat puting susu yang mungil yang membuat aku gemas untuk mempermainkannya. Kakakku yang cantik itu makin menggelinjang dan menggeliat-geliat.
“Oouuhh..” desah dia itu dengan lirih.
Lalu aku menjilati seluruh tubuhnya yang putih mulus tanpa cacat itu, hingga sampai ke bawah pusar dan menatap vagina kakakku yang cantik seperti malaikat itu yang di tumbuhi bulu-bulu lembut.
Aku terus menatap vaginanya yang belum di jamah oleh siapapun, dan baru kali ini kakakku itu menyerahkan kesuciannya kepada aku yang tak lain adalah adik kandung nya yang sangat dia sayangi.
“Oh adek ku yang manis, lakukanlah, kakak sudah tak tahan lagi.”
Lalu aku menelentangkan tubuh indah si malaikat di atas ranjang kami yang dan aku itu siap menghujamkan senjata andalan aku yang sudah menegang ke dalam gua pribadi dia yang sudah lembab.
Kemudian aku merangkak naik dan menindih tubuh kakakku yang susah sangat bergairah itu. Kemudian dia itu membantu penis milik aku untuk masuk ke vaginanya dengan nerenggangkan pahanya., tetapi senjata milik aku itu tidak bisa langsung menembus benteng bertahanannya, dan sesekali terpeleset.
Dia memang masih suci dan belum pernah melakukan itu, dan wajar jika aku agak kesulitan memasukkan senjatanya ke gua pribadinya.
Setelah berkali-kali mencoba dengan bersusah payah akhirnya senjata andalan aku bisa melesak ke dalam secara perlahan-lahan.
“Ouuhh..” desahnya itu dengan lirih karena merasa sedikit nyeri pada kedua pahanya.
Kami berhenti sejenak saat kepala penis itu sudah berada dirahimnya. Lalu dengan gerakan perlahan, aku menggerakkan pantat naik turun teratur, dan dia membantu dengan menggoyangkan pantatnya. Cukup lama kami berdua memacu dalam birahi kenikmatan di atas ranjang itu.
Hal itu terus kami lakukan sampai suatu saat kakakku itu yang berada di bawah tubuh aku dengan memeluknya sangat ketat mendorong ku ke samping sampai aku terlentang diatas ranjang l itu, kemudian dia menindih tubuh aku dan memeluknya dengan ketat seakan tak mau lepas, dalam posisi itu kami kembali memacu dalam birahi dan dia menggoyangkan pantatnya sambil melumat bibir aku dengan penuh nafsu.
Kami melakukan itu berulang-ulang selama semalam suntuk sampai kami berkeringat dan puncak kepuasan akan kami rengkuh. Kami melenguh puas sambil terkulai di atas ranjang yang kain nya sudah acak-acakan tak karuan karena kebinalan kakakku dan aku juga.
Dan saat itu letupan sperma aku meleleh karena cukup lama menyetubuhi kakakku serta kami sama-sama merasakan kepuasan dan kenikmatan yang begitu dahsyat yang baru kami dapatkan.
Setelah itu kami beristirahat sejenak dan dia berdiri dalam keadaan telanjang bulat sambil tersenyum ke arah aku. Kami kembali berpelukan. Air mata dia menetes dan aku menyeka nya. “Kak. Aku sayang kakak. Kakak yakin mau hamil sama aku?” Tanyaku.
“Oya. Kakak mau sekali, dek. Kamu ganteng dan manis. Kakak senang sekali memiliki dirimu.” Kata dia sambil memeluk aku.
Aku kini sudah memulai kuliahku di bidang kedokteran dan mengambil spesialis forensik seperti sepupuku. Dikarenakan kepintaran aku, aku dapat menyelesaikan kuliahku dalam waktu cepat. Di saat yang sama, aku dan kakakku juga tetap melakukan hubungan suami istri seperti biasa.
Rasa takut, malu dan bersalah sudah tidak lagi aku pikirkan. Memang benar, tak ada wanita lain yang bisa aku cintai selain kakakku sendiri. Dia sudah lengkap. Kakak bisa, teman bisa, kekasih bisa dan bisa juga menjadi seorang ibu.
Kami selalu bergandengan tangan ke manapun kami pergi. Keluarga kami di sana sudah jarang menghubungi kami dan kalaupun kami berjumpa, kami bersikap wajar dan tidak menunjukan kemesraan.
Mereka semua tinggal jauh dari kota kami sehingga jarang berjumpa ditambah mereka juga sibuk dengan kegiatan mereka sehari hari. Toh kami berdua sudah dewasa dan bisa menjaga diri.
Mereka tak ada alasan untuk mengganggu kami berdua. Aku kini sudah mulai bekerja menjadi dokter. Usia kami memang bertambah tua tapi kecantikan kakakku tidak hilang dimakan waktu.
Dia tetap cantik dan menggairahkan. Aku tetap mengganggap dia sebagai kakakku kalau di luar tapi setelah di kamar, dia menjadi istriku. Tak pernah sekalipun kami berkelahi atau bertengkar. Kami tetap mesra dan saling jaga juga kompak.
Sesekali kami kembali untuk berjumpa dengan Chandara. Toh sedikit banyak dia sudah menjaga aku selama ini dan dia juga tidak pernah tahu tentang hubungan terlarang kami berdua.
Chandara sendiri belum mau menikah sejak istrinya sudah meninggal dunia. Dia tetap tampan dan awet muda.
Meski demikian, dia juga bercerita kalau dia sedang “akrab” dengan seorang wanita yang kebetulan adalah janda anak 1. Pekerjaan nya juga seorang dokter.
Suaminya? Meninggal dunia karena serangan jantung. Toh Chandara juga menyukai anak dari janda itu yang kebetulan seorang perempuan. Setiap tahun Kami berkunjung menemui dia dan dia tetap seperti biasa.
Kembali ke Belanda, aku suatu ketika di musim dingin; duduk bersama kakakku di teras. Kami memulai percapakan kami.
A: kak. Kakak sudah mau kepala 4; kakak yakin masih mau hamil anak dari aku?
K: iya dek. Kakak masih mau. Jujur saja sih dek. Kakak juga terkadang berpikir, kalau saja benar kakak hamil dari hubungan kita berdua… apakah kamu mau jadi ayah anak ini?
A: itu dia kak. Di negara ini, semua serba cuek saja. Bisa saja kita membuat rekayasa kalau kakak hamil oleh seseorang di negara lain dan ayah nya sudah meninggal di negara lain juga. Ya merekayasa saja.
Nanti kakak status nya kan jadi ibu lajang. Nah setelah itu ya kakak terserah mau gimana? Anak itu mau dititipkan ke orang lain? Atau…. Kakak urus anak itu dan berharap ada lelaki yang menikahi kakak. Entah lah.
K: berat memang. Mungkin kakak urus anak ini. Toh dedek sudah jadi dokter. Dedek sudah ada penghasilan sendiri dan dedek belum berkeluarga. Anak ini semoga saja tidak cacat. Kakak berharap kalau anak ini tidak cacat, kakak akan menikah dengan lelaki lain. Siapapun itu.
A: ide bagus kak. Aku juga gak kepikiran menikah. Menikah mungkin… tapi punya anak… gak mau. Anak ini jadi pertaruhan masa depan kita berdua.
K:…. Usia kakak sudah gak muda lagi. Baiklah. Kita coba saja dek. Musim dingin. Kakak kedinginan. Dek. Tolong berikan kehangatan buat kakak ya…
Kami berdua masuk ke rumah dan berciuman di dalam kamar. Kakakku yang dokter kandungan ternyata sudah memperhitungkan masa suburnya dan saatnya kini telah tiba.
Di malam itu, aku mulai menanggalkan gaun malam kakakku sampai telanjang dan dia juga mulai melepaskan semua pakaian aku. Kami berdua sudah telanjang dan aku menggendong kakakku untung membaringkan Dia di atas ranjang.
Aku kemudian naik ke atas ranjang dan mulai mencium bibir kakakku. Kakakku meminta agar aku berejakulasi di dalam vagina dia agar pembuahan bisa dilakukan hari ini juga di saat masa subur. Kami berdua masih berciuman dengan ganas dan penuh gairah.
Aku kini turun ke payudara kakakku dan mulai meremas remas payudara kanan nya dan menghisap payudara kiri dia sambil sesekali menjilati puting susunya yang berwarna pink itu. Kakakku mendesah sambil menutup matanya. Aku masih senang memainkan payudara kakakku.
Aku tak lama kemudian menurunkan kepalaku ke vagina dia. Klitoris kakakku kini sedang dimainkan oleh lidah aku dan desahan dia semakin kencang.
Aku sudah selesai memainkan klitors dia dengan ujung lidahku dan kini menjilati vagina kakakku dari bawah ke atas dan membuat dia berteriak. Kakakku tidak membutuhkan waktu lama untuk turun ke bawah dan mulai menjilati penis aku serta mengulum batang itu.
Semua bagian penis itu sudah kena lidah kakakku dan kepala penis itu kembali dijilat. Tak lama kemudian dia berbaring dan meminta aku segara membuahi rahimnya.
Aku sudah berada di atas tubuh Kakakku. Penis itu sudah dipegang dia dan siap dimasukan ke dalam lubang peranakan. Kakakku berteriak setelah penis itu memasuki lubang vagina dia.
Aku pelan pelan menggoyangkan tubuhnya dan penis itu keluar masuk lubang vagina kakakku . Penis itu tak ada henti henti nya bergoyang menghajar vagina kakakku. Desahan kami berdua memecah kesunyian musim dingin. Payudara dia juga masih diremas oleh aku dan dihisap.
Dia semakin dekat dengan orgasme nya dan tak lama kemudian dia menjerit tanda dia sudah mendapatkan kenikmatan itu.
Aku masih bertahan dan tetap menghajar vagina kakakku yang sudah berteriak minta ampun dan aku kemudian berejakulasi di dalam vagina dia. Aku mendiamkan penis itu di dalam vagina dia sampai air sperma sudah habis semua dan ditarik keluar olehku. Kakakku langsung menaikan kedua kakinya agar memastikan kehamilan dia olehku.
Kakakku juga meneteskan air mata karena dia sudah dibuahi dan akan mengandung anakku . Rahim dia merasa sangat hangat. Sekitar 1 menit, kedua kaki dia diturunkan dan dibiarkan terlentang untuk istirahat. Aku kini mencium kening kakakku memberikan ucapan selamat karena sudah dibuahi oleh spermanya.
Hasil nya? Kakakku terbukti hamil. Kami sangat senang sekali. Kami menjauh dari keramaian sementara waktu agar dia tidak ketahuan oleh keluarga kami meski kemungkinan itu sangat kecil.
Saat hamil muda, kakakku tetap pergi keluar dan ketika perutnya semakin membesar, dia memutuskan untuk jarang jarang keluar. 9 bulan kemudian; anak hasil hubungan terlarang kami berdua lahir. Anak perempuan yang cantik.
Kami berdua merawat anak itu dengan penuh kasih sayang sampai 2 tahun kemudian, kakakku memutuskan untuk menikah dengan seorang insinyur asal Belgia yang kebetulan sedang dinas di Belanda. Lelaki itu menerima kakakku apa adanya dan kami berdua tetap merahasiakan kejadian itu.
Mereka berdua menikah dan suami kakakku memutuskan untuk menetap di Belanda. Mereka berdua kini tinggal bersama dan mau tak mau aku berpisah dengan kakakku.
Mereka berdua (untungnya) memutuskan untuk tinggal di dekat aku sehingga aku dan kakakku masih bisa saling berjumpa dan sesekali melakukan hubungan suami istri alias melepas rindu dan untungnya sang suami tidak pernah sekalipun curiga dengan kami berdua.
Memang rasanya sepi sejak kakakku menikah dengan suami baru nya. Rencana kami sukses. Anak hasil hubungan kami tumbuh besar dalam keadaan sehat secara fisik dan mental.
Teori dan riset kakakku terbukti berhasil. Aku senang dan 2 tahun kemudian, aku akhirnya menikah dengan seorang wanita bule yang bekerja menjadi pengacara. Kami berdua memutuskan untuk tidak memiliki anak karena pekerjaan.
Kini kakakku dan aku semakin sukses dengan karir kami. Kami semua hidup bahagia dalam jasmani dan rohani juga finansial. Kebahagiaan kami semakin lengkap setelah kakakku kembali melahirkan seorang anak perempuan dari hubungan dia dan suaminya yang juga orang bule.
Aku merasa sangat bahagia. Aku sudah pernah menikmati kakakku sepenuhnya dan dia sekarang sangat bahagia dengan hidupnya begitu juga aku. Jauh di lubuk hati ku yang paling dalam… hanya kakakku lah yang paling aku cintai sepenuh hati.
Chandara sementara itu sudah membuka hati nya untuk wanita lain dan dia menikahi ibu lajang itu. Mereka kini bahagia meski dia tetap memilih untuk tidak memiliki anak lagi karena trauma di masa lalu.
Aku sudah resmi menjadi warga negara Belanda dan selain Chandara, tak ada lagi orang di negara asal ku yang aku hubungi termasuk teman teman lama ku. Sampai sekarang, anak kandung kami berdua tidak pernah tahu ayah kandungnya siapa dan kakakku akan memberitahu nya sampai saatnya tiba…