(sorry nama saya harus disensor…) apakah kamu pernah memotret model bugil?”
Terus terang saya belum pernah jadi saya jawab dengan mantap,
“Belum mbak, emang kenapa?”
“Aku nggak ngerti kenapa ya ada orang yang mau dipotret begitu”, jawabnya.
Rina orangnya manis, berjilbab dan sudah berkeluarga. Usianya baru 27 tahun, punya anak baru berumur 1 tahun. Dia juga salah satu editor andalan perusahaan kami. Boleh dibilang dia adalah primadona di kantor kami. Saya coba iseng-iseng tanya meminta Mbak Rina untuk dipotret tanpa busana (gila ya…? kalo dia marah … atau dia mau trus kalo ketahuan suaminya bisa bubar….!!! Padahal pacar sendiri aja belum pernah difoto bugil…).
So, saya to the point aja,
“Ehmm … Mbak Rina mau nggak kalo saya potret tanpa busana, tapi ini bukan porno lho, saya buat yang artistik”.
Dan ternyata dia mau, saya sendiri tidak menyangka jawabannya,
”Betul nih, aku mau dong tapi dengan syarat, muka dan tanda-tanda fisik aku disamarkan atau ketutup. Pokoknya orang lain nggak boleh tau itu fotoku”, ujarnya.
Saya sendiri kaget setengah mati mendengar jawabannya, tapi udah kepalang basah saya bilang,
”Oke, jadi kapan mbak Rina bisa punya waktu….”. “Gimana kalo nanti malam setelah meeting redaksi”, katanya.
Saya setuju. So… the moment came… Selepas meeting, kami ke ruangan dia sambil membawa perlengkapan foto.
“Mau dimana mbak…? Di studio aja ya, supaya nggak usah pasang lighting lagi”, tanya saya. Kebetulan di kantor kami ada sebuah ruangan di sudut yang dijadikan studio foto.
“Boleh, yuk kita kesana…”, kata Rina sambil berjalan menuju studio.
Sesampainya di studio saya menyiapkan lampu dan perlengkapan lain, sementara itu saya melirik dia mulai buka kerudung, atasan dan celana panjangnya. Setelah ngelepas bra dan CD, Rina diam sebentar.. mikir kayaknya,
“Jadi nggak ya…, nggak deh, nggak jadi aja…” katanya. Saya nggak coba bujuk cuma bilang.
“Ya udah…., kalo memang belum siap sih lain kali aja, atau memang dibatalkan aja”.
Rina diam sejenak terus dia pake lagi bra dan CDnya. Saya sih tidak masalah, bisa melihat tubuh telanjang Rina saja sudah anugerah besar. Ternyata dibalik kerudungnya selama ini tubuhnya masih sangat menarik.
“Ya sudah mbak, kalo gitu saya pulang aja ya…”, saya pamit pada Rina.
Eh tapi ternyata dia malah merasa nggak enak,”ng…. sorry…aku nggak enak sama kamu karena udah janji…” katanya.
“Sebenarnya aku nggak apa – apa kok… cuma malu aja telanjang didepan kamu, apalagi biasanya aku pake kerudung”.
Akhirnya bra dan CD yang udah kembali dipake dia buka lagi.
“Tapi … janji nggak kelihatan mukanya ya…” pinta Rina. “Iya deh mbak, saya janji…”, saya jawab sekenanya karena hati saya berdegup keras melihat tubuhnya yang telanjang itu
Akhirnya pemotretan jadi dilakukan. Awalnya cuma beberapa jepretan, saya coba arahkan dia untuk berpose
“Mbak, tangan kirinya diangkat kebelakang kepala… oke bagus….trus kakinya dibuka sedikit…”. Rina menurut semua arahan saya, sampai akhirnya dia mau juga difoto seluruhnya dan tampak muka.
“Mbak… udah bagus posenya, difoto seluruh badan ya… oke sekarang mukanya menghadap kamera…”
Saya sudah lupa sama janji pada Rina untuk tidak memperlihatkan mukanya tapi dia sendiri kemudian bilang,
“Yah… keliatan deh mukanya, tapi udah kepalang deh… terusin aja… nggak apa-apa kok. Tapi awas kalo nggak bagus…”.
Malah akhirnya dia mau difoto abis – abisan dan saya coba tanya apakah Rina mau berpose ‘hardcore’,
“Kalo posisi ML mau kan ya mbak…”. Rina agak kaget,
“Sama siapa … emang ada siapa lagi diluar…kalo sama kamu nanti siapa yang motret”.
“ya sama saya tentunya mbak, abis sama siapa lagi… mau saya panggilkan Ucup”, saya sebut nama office boy kantor.
“Gila ah… nggak mau kalo sama dia…mending sama kamu…”, Rina protes.
“Iya deh mbak…nanti saya pake tripod, timer dan remote…jadi bisa ditinggal. Cuma meskipun nggak sampe ‘keluar’ tapi ‘masukinnya’ beneran ya supaya kelihatan natural”, saya berkilah (terus terang ini pertama kalinya buat saya, sama pacar sendiri aja belum pernah)
“Iya deh…tapi kalo udah nggak tahan cepet keluarin di luar ya”, kata Rina.
“Mudah – mudahan lho, soalnya saya belum pernah nih…”, saya berterus terang.
“Wah… aku merawanin kamu dong …”, kata Rina lagi. Saya set kamera saya dan mendekati Rina.
Vaginanya sudah basah sewaktu saya coba pegang,
“Udah basah kok…jadi nggak akan sakit”, Rina meyakinkan saya.
Saya buka retsleting membuka celana dan mengeluarkan penis yang sedari tadi sudah tegang. Akhirnya penis saya masuk juga ke dalam vaginanya. ceritasexdewasa.org Terasa nikmat sekali, sambil menggoyangkan pinggul Rina mendesah lirih. Kami melakukannya sambil setiap kali saya nyalakan remote untuk mengambil gambar kami.
Setelah berganti beberapa posisi, mengambil puluhan foto dan memory saya habis pemotretan kami akhiri… tapi kenikmatan yang saya rasakan tidak mau saya lewatkan begitu saja. Kami terus bergoyang sampai akhirnya penis saya akan mengeluarkan sperma… Buru – buru saya mau cabut dan tapi dia tahan
“jangan sekarang… aku lagi …. terusin dulu…”, pinta Rina sambil mencengkeram pantat saya.
Akhirnya saya nggak bisa tahan lagi, penis saya berdenyut – denyut dan pancaran sperma ke dalam vaginanya.
“Gila enak banget mbak Rina …”, saya kecup bibirnya, dia cuma diam sepertinya malu dan bersalah banget… saya juga jadi ikut ngerasa salah…
“Maaf ya mbak…mustinya nggak sampe keterusan…”, saya meminta maaf
“Nggak apa – apa… aku juga yang nggak bisa nahan…”, Rina berkata lirih.
“Sini aku bersihkan dulu penis kamu…”, Rina mengambil tissue dan menjilati seluruh penis saya.
Setelah itu dia mengelap dengan tissue,
”Kalo nggak dibersihin dulu nanti jadi lengket, kasihan kamu kan pulangnya jauh..”
Akhirnya saya memakai kembali celana, kemudian mengambil kamera dan mengeluarkan memorynya. Rina masih telanjang dengan posisi terlentang di karpet, sementara kedua kakinya terbuka lebar.
“Mbak, saya ambil memory satu lagi ya…nanti sambil pake bajunya saya foto lagi”, saya bergegas ke meja saya untuk mengambil memory cadangan.
Tapi sewaktu akan kembali ke studio, saya merasa ingin kencing, sehingga saya mampir dulu ke toilet. Sewaktu kembali saya melihat pintu studio masih terbuka (saya lupa menutupnya…) dan saya intip ternyata Rina masih dalam posisi yang sama dan memejamkan matanya menikmati apa yang baru terjadi.
Saya mengambil beberapa foto termasuk close up vaginanya yang melelehkan sperma saya, lalu keluar dari studio membiarkan dia beristirhat. Sewaktu keluar saya melihat si Ucup sedang membersihkan ruangan. “Cup…kamu jangan masuk studio dulu ya”, saya memberitahu Ucup.
“Kenapa pak, emang Bu Rina masih di situ…”, tanya Ucup polos.
“Lho kok kamu tahu tadi ngintip ya…”,saya agak kaget mendengannya.
“Tadi waktu bapak keluar dari studio dan ke toilet, saya sempat masuk kedalam mau membersihkan tapi saya lihat Bu Rina lagi telanjang disitu ya saya keluar lagi, tapi sebelumnya saya sempat pegang tetek dan itunya, Bu Rina cuma mendesah…”, kata Ucup
“Ibu Rina lihat kamu…”,tanya saya.
“Kayaknya sih nggak soalnya merem dan nggak bergerak lagi”, jawabnya.
“Yah sudah… ini duit 50 ribu, kamu jangan bilang siapa-siapa ya”, perintah saya.
“Oke boss…tapi kalo boleh saya berkomentar, body Ibu Rina bagus banget ya pak… kalo saya punya istri kayak dia pasti tiap hari udah saya kerjain, wong begitu saja saya udah basah kok”, Ucup berkomentar sambil cengar-cengir.
“Yah sudah, kamu pulang aja…besok datang agak pagi buat terusin bersih-bersih”.
Rina saya bangunkan, dan sambil memakai baju saya terus mengambil foto. Setelah selesai Rina bilang,
”Aku bisa difoto dengan pakaian lengkap begini dong, yang cantik ya… tapi setidaknya aku pernah punya “foto nude” , meski cuma sekali… “. Aku mengambil sekitar 30 foto Rina dengan mengenakan Jilbab.
Menurutku dia malah lebih terlihat menarik dengan pakaian seperti itu.
Setelah itu kami pulang, Rina menganggap hal itu seperti tidak pernah terjadi.
Malah foto – foto itu nggak pernah dia tanyain apalagi dilihat… malu kali ya, padahal hubungan saya dengan dia masih baik-baik…