Nama saya Asep (Bukan nama sebenarnya), saya asli anak kampung lahir dilereng pegunungan Bandung Barat (Jawa Barat). Kisah nyata ini berawal sejak saya masuk PSD1 (Pendidikan Setara Diploma) di Bandung, nama gadis itu Erna (Bukan nama sebenarnya), kelahiran PB (RIAU) yang dikirim orangtuanya ke Bandung untuk menuntut ilmu.
Singkat cerita setelah kenal selama kurang-lebih tiga bulan, saya dengan Erna pulang dari kuliah bareng seperti biasanya. Sebelum pulang Erna meminta saya untuk mencium keningnya (Jelas saya lakukan, saya cinta).
Tiba-tiba setelah saya melangkahkan kaki beberapa langkah, tiba-tiba Erna memanggilku,
“Asep.. kesini bentar”, langkahku terhenti dan membalikan badan untuk menghampirinya. Serta dia berbisik,
“Kedalam aja dulu yuk.., di dalam nggak ada siapa-siapa”, saya berhenti sejenak lalu masuk.
Di rumahnya hanya bertiga (Kakaknya, Erna, dan Adiknya).
Kemudian saya dipersilakan duduk kemudian Erna berkata,
“Sebentar yach saya ganti baju dulu.” 3 menit kemudian Erna datang dengan membawa air minum dan duduk di samping saya.
Kemudian dengan sedikit keberanian saya mencium bibir Erna, dia hanya tertunduk malu sambil berkata
“Ich.. Asep jangan gitu ach..” dan pipinya memerah menambah kecantikannya.
Saya bilang,
“Erna.. kamu cantik dech kalau pipi kamu merah..” lalu Erna menyubit pas di kemaluan, saya sedikit teriak
“Aduh.. sakit donk.” Kemudian Erna langsung memegang kemaluan saya dan berkata,
“Coba saya lihat..” sambil membuka retsleting celana saya.
“Jangan ach malu..” kata saya.
Tanpa memikirkan hal apapun saya merelakan kemaluanku dilihat sama Erna, Erna bilang
“Bagus yach.. gede dan rada bengkok.” Saya bilang
“Erna.. kamu mau?” tanpa menjawab ia hanya merebahkan badannya di kursi panjang tempat saya duduk, tanpa berpikir panjang saya lalu menindih dia, saya ciumi dia, saya buka kancing bajunya dan saya buka juga BH-nya.
Susunya masih kecil seukuran dengan kepalan tangan. Saya julurkan lidah saya diputar ke kiri dan kanan, ke atas dan ke bawah untuk memainkan puting yang masih kecil. Payudaranya semakin lama semakin mengeras dan kepala saya semakin ditekan ke payudaranya, sambil memanggil-manggil nama saya
“Terus.. Sep, terus Sep.., nikmat.. sekali Sep” dan terdengar desahan kecil
“aacchh..” barengan itu pula saya ingin ke belakang, rasanya kepingin pipis, sambil mengangkat kepala dari payudaranya.
Saya bertanya berbisik
“Ech.. kamar kecilnya dimana”, dia menjawab sambil mengangkat tangannya menunjukan arah,
“Masuk ke situ.. lurus lalu belok kanan”, tanpa berpikir panjang saya langsung lari ke kamar kecil dan keluarlah “cairan perjaka” yang pertama.
Tanpa sepengetahuan saya Erna ternyata mengikuti dari belakang, lalu masuk ke kamar kecil itu dan bertanya sambil melihat kemaluanku,
“Sep.. kamu kok tiba-tiba lari, kenapa?” Aku hanya terdiam dan aku tak tahu apa yang terjadi, badanku terasa lemas seperti yang sudah menempuh perjalanan jauh.
Kemudian Erna membuka baju dan BH-nya yang sudah terlepas tadi.
“Mandi ach..” Erna bilang, tanpa rasa malu dia membuka seluruh pakaiannya di depan saya dan di gantungkannya di paku dinding kamar mandi.
Kemudian saya berpikir
“Apa yang sedang saya lakukan?”, Erna dengan tiba-tiba sangat bernafsu menciumi bibir dan leher saya, serta tangannya yang terampil mengocok kemaluan saya yang dari tadi nongol dari retsleting yang belum saya tutup sampai terasa ngilu.
Tangan Erna yang sebelah kiri memegang pundak saya dan tangan yang sebelahnya lagi tangan kanan menuntun kemaluan saya yang tadi dikocok-kocok untuk dimasukan ke dalam vaginanya.
Erna berbisik,
“Sep.. kok nggak masuk-masuk..”, saya bilang
“Nggak tahu atuh, saya nggak bisa memasukannya, kayaknya terlalu sempit nich..” Lalu Erna berbisik,
“Kita pindah saja yuk kekamar, biar nggak susah”, sebelum kaki melangkah kami dikejutkan oleh bunyi bel pintu depan “Ding-Dong” (Waduh kagetnya minta ampun, jantung rasanya nggak karuan).
Kami berdua saling bertatapan sejenak, kemudian dengan spontan Erna meraih baju, BH serta CD-nya yang digantung di paku, saya langsung lari ke depan untuk membuka pintu, ternyata yang dateng orangtuanya dari Riau (kakaknya ternyata jemput orangtuanya dari Airport).
Pas buka pintu langsung kakaknya bertanya,
“Dimana si Erna, kok nge-bel dari tadi nggak di buka-buka pintunya, lagi pada ngapain sich kalian?” Saya menjawab “Dari tadi Erna ada dibelakang, saya disini.. lalu Erna teriak meminta agar saya membukakan pintunya, maafkan saya kak.., karena saya selaku tamu di sini tidak ada hak untuk membuka pintu tanpa seizin tuan rumah. Dan saya kira tadi bukan kakak, jadi tidak saya buka.” Kemudian sambil masuk ke dalam kakaknya bergumam,
“Ach.. dasar kamu pintar cari alasan.”
Setelah itu orangtuanya Erna berbincang-bincang dengan saya (Interogasi), tanya asal-usul, orangtua, pekerjaan orangtua, rumah, pokoknya segalanya. Dan saya jelaskan semuanya, saya di Bandung ini sejak masuk SMP (yach.. inilah nasib anak kampung).
Kemudian terdengar suara ibunya memarahi Erna,
“Ngapain kamu pacaran sama anak kampung gitu.., mau diberi makan apa kamu sama dia, pokoknya Mama nggak setuju kamu berhubungan sama dia.” Beberapa menit kemudian Erna datang dengan mata berkaca-kaca, merah tanda mau menangis dan ia meminta saya untuk meninggalkan rumah itu.
Tidak banyak berkata saya langsung pulang tanpa pamit dan saya mengerti, serta mendengar apa yang ibunya bilang.
Waktu itu menjelang pukul 18:00, aku pulang ke rumah dengan 1001 pikiran dan pertanyaan, mengapa hal ini terjadi pada saya? Di tempat tidur kira-kira pukul 19:25 saya melamun memikirkan apa yang sudah saya alami siang tadi.
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu sambil mengucapkan “salam”, dalam pikiranku “perasaan saya hafal suara itu” pas saya buka ternyata Erna datang dengan wajah dan rambut lusuh dibasahi dengan keringat dan air mata, kemudian tanpa banyak bicara saya peluk, saya cium keningnya dan saya minta untuk menceritakan kenapa bisa begini.
Sambil tersedu-sedu Erna menjelaskan semuanya, bahwa setelah saya pulang Erna bertengkar hebat dengan orangtuanya, lantas ia minta izin untuk tidur di rumah temannya yang bernama Ina (bukan nama sebenarnya, yang sudah ia hubungi). Jika ortunya telepon bilangin Erna ada disini, tapi sudah tidur, padahal sebenarnya Erna ke rumah saya “Dengan dalih nginap dirumah Ina.”
Kemudian saya siapkan air hangat, saya bikin nasi goreng dan saya siapkan juga baju piyama (maklum saat itu ortu masih di kampung dan rumah itu hanya cukup buat sendiri, jadi apa-apa melakukan sendiri).
Kemudian kami makan nasi goreng yang saya buat, lalu Erna mengeluarkan air mata lagi.
Saya bilang,
“Sudah dong ach.., jangan nangis lagi..” lalu Erna berkata,
“Sep.., saya minta maaf atas omongan dan perlakuan orang tua saya terhadap kamu tadi siang.”
Saya bilang,
“Walaupun saya marah sama orang tua kamu, tapi kalau melihat kamu senyum saya nggak bisa marah lho..” sambil sedikit merayu.
Sampailah pada pukul 21:00, kita berdua pergi ke kamar rasanya lelah sekali, saat itu Dunia Dalam Berita, Erna meminta saya untuk memeluknya dan berkata “Sep.. apa yang bisa membuat kamu percaya bahwa saya betul-betul sayang sepenuhnya sama kamu”, lalu saya berkata berikanlah “kesicuan” kamu, setelah kau berikan baru saya akan percaya.
(Perlu pembaca ketahuai, bahwa saya belum pernah mencium “bau” wanita sebelumnya, mungkin karena saya tertutup atau karena saya masuk STM (Sekolah Teknik Menengah)dan teman-teman saya tidak ada perempuannya, hanya omong yang besar yang ada kalau membicarakan masalah wanita). Tapi setelah permintaan itu Erna hanya berdiam saja, tanpa banyak komentar saya pegang payudaranya, kemudian saya buka kancing baju piyamanya serta celana dan CD-nya.
Erna seolah-olah pasrah dengan apa yang saya lakukan, kemudian saya mengulangi yang siang tadi saya lakukan. Saya hisap puting payudaranya, kemudian saya mainkan dengan lidah, lalu menyusuri leher, perut, tali pusar terus sampai bawah ke “hutan homogen” yang belum begitu banyak tumbuh bulu.
Dia tertawa manja sambil memanggil,
“Sep.. jangan geli Sep.., ich.. Asep.. kamu apa-apaan geli ach..” Saya berhenti sejenak dan saya tatap matanya yang penuh gairah, lalu saya berkata “Tapi kamu suka khan..” ia cuma mengangguk sambil tersenyum.
Lantas saya lebih gila, saya jilati daging yang ada di dalam bibir “Goa” yang sempit itu, Erna semakin ganas dan liar, dengan keras ia mendorong-dorong kepala saya ke lubang “Goa” sambil menikmati jilatan lidahku. Lalu Erna meminta saya untuk memasukan penis saya ke dalam “Goanya”, kemudian saya membuka celana dan CD saya, saya berikan penis saya yang lumayan gede dan agak bengkok ketangan Erna lalu di masukannya penis saya ke vaginanya.
Mulanya susah masuk, tapi atas kegigihan dan bantuan tangan Erna akhirnya bisa masuk
“Blessh” terdengar sedikit rintihan Erna
“Sakit Sep.., sakit.” Saya berpikir “Baru saja 1/2 yang masuk sudah begini.., bagaimana kalau semuanya masuk”,
kemudian saya perlahan-lahan menaik-turunkan pinggang saya berkali-kali, sambil memasukan penis saya lebih dalam lagi, tidak terdengar rintihan hanya bisikan-bisikan mesra yang meminta agar saya memperdalam “galiannya”, saking begitu nikmatnya Erna memejamkan kedua matanya dan meminta lebih dalam lagi
“Sep.., terus Sep.., lebih dalam lagi.., terus..” beberapa saat kemudian terasa badan saya mengejang dan saya memeluk tubuh Erna, tiba-tiba mata Erna terbuka dan bertanya,
“Ada apa Sep.., kok kamu berhenti.. ech.. apa ini, kok terasa seperti ada yang menembak ulu hati saya”, lalu dia berkata lagi
“Sep.., tapi nikmat terusin dong.., ayo dong..” Kemudian saya coba untuk mengangkat penis saya tapi terasa ngilu sekali sampai saya “nyengir”.
Erna bertanya,
“Sep.. kenapa, sakit?” Saya jawab,
“Tidak..” Dan saya mulai menaik-turunkan pinggang untuk melanjutkan permainan walaupun ada rasa ngilu.
Beberapa menit Erna meminta mempercepat tempo gerakan
“Cepatin dikit..” sambil memegang pantat saya dan akhirnya ia mengejang kurang lebih 6 detik sambil memeluk erat badan saya dan melepaskan napas yang sepertinya tertahan dari tadi, perasaan lemas dan ada sesuatu yang sepertinya membuat saya menyesal, tapi apa yach (saya berpikir) apakah karena saya telah melakukan ini atau ada perasaan takut?
Akhirnya kami tertidur lelap, pagi harinya setelah kami mandi kemudian sarapan dan bersiap-siap berangkat ke kampus, Erna memberitahukan bahwa dirinya telah dijodohkan oleh ortunya di Riau dengan anak pengusaha. Katanya
“Sep.., saya betul-betul minta maaf, bukan maksud Erna menyakiti kamu, karena setelah kuliah kita nanti selesai, mungkin kita tidak akan bertemu lagi sebab, saya harus kembali ke Riau dan menikah dengan lelaki pilihan ortu Erna.”
Waktu itu juga saya seperti tidak ada tenaga, lemas, menyesal campur marah. Saya menangis dan berkata,
“Mengapa.., Erna.., mengapa kau lakukan ini semua, kalau seandainya saya tahu kamu sudah dijodohkan dengan pilihan ortu kamu, saya tidak akan menyentuh bahkan tidur dan melakukan di luar batas-batas kewajaran dengan kamu? lantas apa yang harus saya lakukan.”
Dia menjawab dengan berlinang airmata
“Sep.., saya sayang sama kamu.., saya rela “Kegadisan” saya diberikan kepadamu dan saya bangga bisa memberikan sesuatu yang berharga pada diri saya dan berarti untuk orang yang saya sayangi dan saya cintai, saya mohon setelah kejadian ini kamu harus bisa melupakan saya, waktu semalam sayakan bertanya, apa yang membuat kamu percaya bahwa saya sayang sama kamu, kamu kan yang mengiginkan semua ini?” Saya bantah,
“Tapi kenapa kamu tidak bilang bahwa kamu sudah dijodohkan dengan orang kaya pilihan ortu kamu?” Ia jawab lagi, “Pokoknya kamu tenang saja Sep.., dan saya juga sekarang akan berusaha untuk melupakan kamu kok..? izinkanlah saya untuk pergi. Saya mau pulang sekarang”, Saya tidak menjawab, ia mencium bibir saya dan berkata
“Saya sayang kamu kok” saya bentak Erna
“Jika kamu sayang kepada saya.., tinggalah bersama saya.” Erna tersenyum manja dan berkata,
“Jika saya menikah dengan kamu.., kamu mau memberi makan apa..” Rupanya Erna memancing supaya saya benci dan kesal terhadap dia, tapi aku nggak bisa marah, hanya menangis, lalu ia duduk dan berkata lagi
“Maafkan saya Sep.., bukan itu masalahnya.., bukan kamu nggak bisa memberi makan saya dan saya yakin serta percaya kamu bisa membahagiakan saya, tapi yang jadi tujuan utama hidup saya, saya ingin membahagikan orang tua saya, biarlah saya berkorban, walaupun kita melanjutkan hubungan kita ini dan tanpa restu orang tua.., pasti kita tidak akan bahagia (kualat).
Sejak itu saya sadar, hatinya memang suci, ingin membahagiakan kedua orang tuanya dan menikah dengan “lelaki kaya” serta ia rela berkorban walau harus kehilangan “mahkotanya” demi seseorang yang sayanginya.
Para pembaca sekalian.., itulah kisah nyata yang menimpa saya sebagai anak kampung.. Cerita ini dulu saya alami 4 tahun yang lalu. Dan kemarin bulan September 1999, saya dengar dari teman bahwa dia melahirkan seorang bayi perempuan dan kenangan saya sewaktu bersamanya terbayang kembali. Ingin saya menengok Erna, tapi saya takut merusak kebahagiaan rumah tangga mereka.
Saya merasa bersalah, merasa dibohongi, saya merasa ditipu. Mungkin setelah saya berbagi kisah nyata ini, beban dan rasa bersalah saya bisa sedikit berkurang.